BECAMPUR

ADAT ISTIADAT

tradisi pengantin becampu’ adalah tradisi untuk mempersatukan pengantin laki-laki dan perempuan setelah ijab kabul. Tradisi ini dilaksanakan pada sore hari setelah ijab kabul dengan tiga rangkaian proses, yaitu (1) penyambutan, (2) membuka kain penghalang pintu, (3) membuka kain penutup wajah pengantin perempuan. Pelaksanaan tradisi pengantin becampu’ didahului dengan seni pertunjukan be’eduk yang menampilkan enam tari adat, yaitu tari saputangan, tari mabuk, tari adau-adau, tari piring, tari pincak, dan tari selendang. Makna becampu’ bagi masyarakat Bintuhan selain sebagai proses untuk menyatakan bahwa pengantin laki-laki dan perempuan sah bersanding, juga sebagai peneguh interaksi sosial antar masyarakat, sehingga becampu’ dapat dikatakan sebagai sebuah tradisi yang tidak bisa ditinggalkan dalam adat pernikahan dalam masyarakat Bintuhan. Pengantin becampu’ adalah bagian kecil dari adat pernikahan masyarakat Bintuhan yang tidak bisa ditinggalkan, karena tradisi ini merupakan proses untuk mempertemukan pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan setelah melaksanakan ijab kabul. Secara sederhana, pengantin becampu’ dapat dikatakan sebagai proses yang harus dilalui oleh pengantin laki-laki untuk bisa bersanding dengan pengantin perempuan setelah pernikahan. Pengantin becampu’ dilaksanakan dengan tiga tahapan, pertama pengantin lakilaki akan disambut oleh orang tua pengantin perempuan dengan air pengapian yang dipercikkan menggunakan daun setetu’ dari kepala hingga ke kaki pengantin laki-laki, kedua ketika sampai di pintu, pengantin laki-laki dan pendampingnya (penggapit) akan kembali dihalangi dengan kain oleh Ketua Kerja perempuan dengan kain panjang yang melintang pintu, ketiga, ritual terakhir untuk membuka kain penutup wajah pengantin perempuan, sedangkan Be‘eduk merupakan seni pertunjukan yang dilaksanakan sebelum proses pengantin becampu’ dengan menampilkan enam jenis tari adat yang disertai lantunan pantunpantun dengan iringan tabuhan gendang.