KERAJINAN TENUN TRADISIONAL BENGKULU

TEKNOLPGI TRADISIONAL

Merupakan bagian dari budaya turun-temurun masyarakat Bengkulu.

Di masa lalu, kemampuan menenun kain tradisional bagi perempuan memiliki nilai sosial tinggi. Hal ini dapat meningkatkan status sosial dan menjadi simbol kebanggaan.

Wanita yang ahli menenun dianggap lebih mudah mendapatkan jodoh. Hasil tenunannya biasanya dipersembahkan kepada calon mertua sebagai simbol cinta dan kesetiaan.

Kain tenun digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti pakaian sehari-hari, pakaian adat, dan mahar pernikahan. Kain ini juga dianggap sebagai harta pusaka yang diwariskan.

Proses Pembuatan Kain Tenun Tradisional:

Proses pembuatan kain tenun tradisional terdiri dari beberapa tahapan:

Membuat benang

Meragi atau mewarnai benang

Mengemai

Menyamban

Menenun

Menculiak

Membuat rumbai

Proses tersebut menggambarkan keahlian dan nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi di masyarakat Bengkulu.

1. Memipis: Ini adalah langkah pertama pemisahan kapas dari bijinya. Alat yang digunakan disebut “pemipisan”, yang terbuat dari bambu dan logam. Kapas diletakkan di atas alat tersebut, dan batang logam digulung maju mundur di atasnya untuk memisahkan serat kapas dari bijinya.

2. Nepuak: Setelah biji dipisahkan, langkah selanjutnya adalah “Nepuak”, yaitu serat kapas diregangkan dan diratakan. Alat yang digunakan antara lain tikar pandan dan “penepuak”, yaitu alat rotan yang panjang dan pipih.

Langkah-langkah ini sangat penting dalam mempersiapkan serat kapas untuk diproses lebih lanjut menjadi benang.

3. Luli:  Setelah nepuak, kapas digulung menjadi lembaran-lembaran dengan alat berupa sepotong kayu yang diraut. Proses ini mempermudah dalam pembuatan benang.

4. Gantia : Tahap berikutnya dalam pembuatan benang disebut gantia, yaitu proses pembuatan benang dari kapas yang sudah digulung.

5.            Melawai : Proses menggulung atau mengikat benang dari kincir ke lawian. Alat yang digunakan adalah lawian berbahan kayu berbentuk angka sepuluh Romawi (X) dengan ukuran sekitar 30×30 cm.

6.            Meragi/Mewarnai Benang : Setelah benang selesai dibuat, dilakukan proses meragi atau pewarnaan. Sebelum pewarnaan, benang diikat pada ukuran tertentu sesuai kebutuhan. Ikatan benang dari lawian dilepaskan terlebih dahulu untuk diwarnai.

Bahan Pewarna: Pewarnaan biasanya menggunakan bahan alami yang ditemukan di sekitar tempat tinggal penenun. Bahan-bahan pewarna tersebut mencakup daun timbuak, kunyit, daun pacar (inai), buah kepayang, dan bubuk arang. Proses pewarnaan dilakukan dengan merebus atau menumbuk bahan pewarna tersebut.

7.            Mengemai: Proses ini dilakukan setelah pembuatan dan pewarnaan benang. Mengemai bertujuan membuat benang menjadi keras dan kaku agar lebih mudah ditenun. Alat yang digunakan adalah “tanggo emaian” atau tiang emaian yang terbuat dari potongan bambu berbentuk seperti tangga.

Bahan Mengemai: Bahan-bahan yang digunakan dalam proses ini meliputi sabut pengemai (dari kulit sabut buah kelapa tua dan kering), nasi dingin, air tawar, dan daun ilalang.

Proses Pengolahan Bahan: Bahan-bahan tersebut dicampur dengan air dan diremas menggunakan daun ilalang hingga menjadi adonan yang kemudian dilumurkan pada benang yang akan digunakan dalam tenunan.

Proses Mengemai: Setelah tanggo emaian dan adonan siap, benang yang akan ditenun dibentangkan pada tanggo emaian sebagai bagian dari proses persiapan sebelum penenunan.

8.            Menyamban

Anak Sambanan (terbuat dari kayu) digunakan untuk mengencangkan benang.

Lukut (terbuat dari bambu) untuk menjaga posisi anak sambanan agar tidak miring.

Sisir atau Suri untuk mengatur jarak benang dan menentukan warna benang.

Cucuk Karap memiliki fungsi yang sama dengan suri, yaitu untuk mengatur jarak, memisahkan, dan merapikan benang.

Alat-alat ini sangat penting dalam memastikan kain yang ditenun memiliki panjang dan jarak benang yang sesuai.

alat-alat yang digunakan untuk menenun, di antaranya:

Tiang tenun

Panduan

Bumbung

Suri/sisir

Pemantak/tomantak

Cucuk karap

Pudung/penggulung benang

Apit

Amban

9.            Menculiak adalah proses membuat songket atau ragam hias pada kain tenun.

Proses ini sering dilakukan bersamaan dengan menenun atau pembuatan benang pakan.

Alat yang digunakan adalah bambu dan benang.

Sebilah bambu berfungsi untuk menghitung dan memandu benang yang akan dihias sesuai dengan warna yang diinginkan.

10.          Setelah proses menenun dan menculiak selesai, dilanjutkan dengan Pembuatan Rumbai-Rumbai.

Sebelum membuat rumbai, alat seperti sisir atau suri yang digunakan untuk merapikan posisi benang dilepas. Kain tenun yang telah selesai pada kedua ujungnya dipotong dengan gunting atau pisau, kemudian kain dilepaskan dari alat tenun. Proses ini menunjukkan tahapan akhir dari pembuatan kain tenun, di mana rumbai dan hiasan ditambahkan untuk mempercantik kain.